Jumat, 24 April 2015

Rantau ke Pulau Seberang

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Ridhomu Ridho Allah juga, mah, pa.

Saat dulu galau dengan tugas akhir yang entah dapat dipertanggung jawabkan atau tidak. Entah akan tepat di persidangan atau tidak. Selalu berdo'a semoga tak terlambat. Walau nyatanya giliranku di hari terakhir persidangan, tak mengapa karena target buan itu aku harus menjalani wisuda. Kelak ku berikan sebuah rasa haru kepada kedua orangtua ku, kerana aku dapat lulus kuliah dengan tepat pada waktunya. Walau terasa berat ku jalani, tapi selalu yakin bahwa Allah tak pernah membebani suatu kaum yang tak sesuai kemampuannya. Pada harinya aku dapat memakai toga dengan gagahnya.

Dan detik itulah pertanggung jawaban gelar sarjanaku dipertanyakan?

Akan kemanakah gelar ku berlabuh, entah garisan takdir yang kubuat dan Allah hendaki untuk aku melangkah ke setiap penjuru, untuk mencari sebuah pekerjaan yang entah aku dapat menjalaninya atau tidak. Kesana kemari entah dimana aku akan pijakan kaki ini untukku aplikasikan ilmu yang telah aku dapat dibangku sekolahku. Banyak orang yang berkata "Buat apa kuliah tinggi jika tak dapat berguna" kalimat ini selalu terngiang di benak ku. Mengapa tidak ia terasa menganggu pikiranku, sempat pesimis dan mengakui apakah aku seperti itu jua?

Apa yang aku rencanakan dulu tak terealisasi saat ini.

Kini aku sedang berada di sebuah pulau kecil yang berdampak tinggi untuk negeri tercinta. Disinilah pusat perekonomian nasional terasa mudah didapatkan. Tak perlu meminta-minta, cukup kau tunjukkan karya hasil kerjamu, maka kau akan mendapatkan bayaran sesuai hasil karyamu. Bukanlah lagi kekayaan menjadi persaingan, namun skill-lah yang menjadi sebuah persaingan yang sengit. Jika kau diam maka kau takkan mendapatkan apapun, namun jika kau bergerak maka siap-siaplah meraup harta yang melimpah. Disinilah dibutuhkan orang yang mau bekerja entah untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain.

Aku memutuskan untuk jauh dari mu,

Jika ku tak seperti ini adanya maka aku takkan pernah melihat dunia luar di udia mudaku ini. Aku akan selalu terikat denganmu dan akan selalu bergantung padamu. Namun, disini kemandirianku dipertanggung jawabkan. 20 tahun ini aku selalu berada di dekatmu selalu, makan tinggal makan, mencuci baju tinggal masukan ke mesin cuci, menyapu tinggalah sudah karena ada yang membantu, mengepel pun begitu. Namun sekarang aku harus melakukan itu semua. Jauh darimu tak sudutkan ku menjadi orang yang pengecut. Dulu mungkin aku tak ingin, tapi dulu pun aku begitu ingin. Pergi ke sebuah tempat dimana aku tak didampingi dirimu. Dan kini aku benar-benar sendiri.

Hanya saja tak perlu begitu mengkhawatirkanku di usiaku kini.

Aku memanglah seorang perempuan yang berusia 21 tahun, layaknya seorang perempuan dulu, bukanlah mencari nafkah untuk diutamakan, namun haruslah belajar bagaimana menjadi seorang ibu dan istri yang baik untuk suami kelak. Kau memang sudah ingin menimang cucu, dan dipanggil manis dengan sebuatan abah. Siapa pula yang tak menginginkan anak perempuannya tersenyum riang di pelaminan dengan seorang imam yang lebih baik darinya yang dapat menggantikannya menjadi penanggung jawab semua amalanku disini? Percayalah aku pun disini sedang belajar untuk menjadi apa yang kau mau.

Do'a yang kau untaikan setiap waktu kan berbuah manis. Semanis senyumu di pagi hari.

Kau ridhoi aku untuk pergi darimu walau untuk beberapa bulan, karena kau mengerti inilah tugasku. kau rela melepasku, karena kau yakin aku akan berikanmu sebuah harapan baru untuk menjalani hidup menuju lebih baik. Pelukan hangatmu mengantarkan ku sampai ku injakkan kaki di pulau ini.

Sungguh indah ciptaanMu Rabb.

2 komentar:

Lukisan senja mengatakan...

ehm... akhirnya bisa baca lagi untaian kata lembut mu saudariku..

kind mengatakan...

ouuu baru kind liat komentarnya... jazakillah ya sista...