Senin, 31 Oktober 2011

cahaya iman

Antara Aku dan Hijab
JILID 1
“Akhwat itu begitu istimewa, ia begitu indah diciptakan Allah, begitu anggun dan menenangkan hati, bahkan ada pepatah arab yang mengatakan suaranya pun aurat saking berharganya bahkan dalam surat 33:32 melemah lembutkan suara (dengan tujuan tertentu) saja tidak boleh lalu bagaimana jika terlalu banyak tertawa, dan bercanda berlebihan dengan ikhwan dan akhwat-akhwat lain? Seolah tiada batasan canda tawa. Bisakah hati tetap terjaga jika begitu?”
Ada salah seorang ikhwan yang meminta pendapat tentang hal diatas pada diri ini. Entah mengapa aku hanya bisa tersenyum dan terdiam sejenak mencerna setiap kata yang tersurat. Tak ada raut wajah yang aku tunjukkan selain senyuman, dalam hati aku berkata. Segitu perhatiannya ikhwan ini pada sesosok akhwat yang begitu ia muliakan. Bahkan melihat hal yang berlebihan seperti tertawa dan bercanda sepertinya membuat hatinya gelisah melihat kejadian yang membuat hatinya miris melihatnya. Antara ikhwan dan akhwat tak ada hijab sama sekali.
Apabila kita mengacu pada al-quran seorang ikhwan memang harus menjaga dirinya, menjaga kehormatannya demi dirinya agar terjaga kesucian dirinya. Begitu pula sang akhwat harus bisa menutup auratnya dengan baik, menjaga dirinya, kehormatannya agar terjaga kesucian dirinya. Bukankah sudah tertera pula pesan hasan albana bahwa seorang muslim tidak boleh bercanda dan tertawa sampai berlebih karena itu akan mengeraskan hati.
Ikhwan itu bertanya, “ Bagaimana sikap mu bila daku berkata, ini memiliki potensi mengotori hati?”,apa aku harus menjawabnya dengan diam, tidak, dengan polos dan naifnya diri ini malah bertanya, “memangnya hati yang kotor itu seperti apa?”.  Dia pun menjelaskan dengan hati-hati, “ hati yang kotor adalah hati yang tidak peka terhadap kesalahan, dan hati yang mati adalah hati yang tidak peduli dengan kesahalan dan hati yang keras adalah hati yang penuh kesombongan dan enggan mengakui kesalahan. Hanya Allah Sang pembersih hati, Sang pelunak hati, Sang Penguasa hati pembolak- balik hati. Jauhkan aku dari hati yang sepi yaitu hati yang dijauhiAllah dan diacuhkan. Wallohu alam.”
Menatap langit yang kosong, saat aku mendengar hal itu seketika aku menarik nafas panjang dan setiap nafasnya aku beristigfar, astagfirulloh. Apakah selama ini diri ini begitu kotor? Apakah selama ini diri ini tak pernah menyadari bahwa diri ini tlah kotor? Cukupkah sudah diri ini merasa angkuh dan lalai mengakui kesalahan?. Lalu aku bertanya padanya,” lalu sekarang apa masalahya? Kalau memang hati ini kotor bagaimana cara membersihkannya?”. Dia berkata,” dekati pemiliknya. Bagiku Hati ibarat rumah. Jika rumah kotor segera bersihkan. Tapi bagaimana jika rumah itu kotor, gelap, dan tiada berpenghuni? Siapa yang akan membersihkannya? Rumah ada kalanya bersih ada kalanya kotor. Yang menjadi masalah adalah bukan seberapa sering ia kotor, tapi seberapa cepat kita segera membersihkannya. Bayangkan jikakita malas, maka sampah akan menumpuk. Dan inilah penyebab ‘kefuturan’”, tapi, hati manusia siapa yang tahu selain dia dan Allah Sang pemilik hatinya. “ Allah maha mengetahui isi hati. Kita tarik ulur pangkal benangnya. Sekarang bagaimana sikap ku menyikapi peneybab yang tadi memiliki potensi untuk mengotori hati. Diri ini tak bisa mengelak, segerakan diri ini harus memperbaiki semuanya. Mulai dari adab-adab bergaul. Kini saatnya diri ini untuk introspeksi diri dan memperbaiki seuanya, “limatakulinamalataf’alun ki”, mengapa kau mengatakan apa yang tidak kamu perbuat,ki”.
Jika konsep kaburo maqtan (amat kebencian) selalu menjadi permasalahan lalu kapan akan memulai dakwah?
Innallaha yuhibbulladzina yoqo tilunafisabilihi shoffa...” sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalanNYa dalam barisan yang teratur...
Jadilah diri ini yang menjaga nilai-nilai syariat.
*****
Sepenggal perbincangan antara ikhwan diatas mengajarkan ku tentang arti sebuah perhiasan. Perhiasan ini harus dijaga sebaik mungkin agar tak ada yang bsia menyentuh seenaknya, agar tak ada yang bisa mengotori ataupun sampai merusaknya. Begitu berharganya perhiasan ini sehingga harus selalu terjaga. Kau yang selalu menutupi wajahku dari pandangan yang tak seharusnya ku lihat, kau yang menutupi auratku agar aku terjaga dari kedinginan. Maafkan aku, sempat aku tak menerima dirimu dalam kehidupanku, kau hanyalah seutas kain tapi kebermanfaatanmu membuat hati ini selalu terjaga. Sempat risih mendengar namamu, sempat menggerutu apa istimewanya dirimu tanpa dirimu hati ku masih tetap terjaga. Ya, hatiku bisa saja tetap terjaga, tapi hati orang lain? Tidakkkah daku berpikir tentang hati orang lain yang bisa saja terkotori oleh hati ini yang merasa angkuh?
Semoga Allah dapat mengampuni diri ini. Sahabat, marilah kita jaga bersama hati ini dan hati-hati yang lainnya agar terjaga dari kebersihan jiwa. Jauhkanlah kami dari hati yang sepi, yaitu hati yang dijauhi Allah.ya Rabb, tanamkan cahaya iman, cahaya islam, dan cahaya tauhid dalam hati ini, agar kami senantiasa mengingatmu dalam setiap waktu.
Amin..


created by: kind a bee

Rabu, 19 Oktober 2011

nugra

CUKUP 


Cukupkan ku bisa?
Cukup sampai disini kau hadiri hatiku,
Cukup ku simpan semua harap yang ku ingin,
Cukuplah ALLAH yang mengisi hati.


Cukupkan aku dapat?
Cukup sudah aku yang memulai dan aku yang mengakhiri,
Cukup aku yang merasakan dan menjalani ini semua,
Cukuplah ALLAH yang mengetahui isi hati.


Adakalanya aku salah, melakukan kesalahan yang membuat
        aku tersudutkan.
Adakalanya aku khilaf, melakukan kekhilafan yang membuat 
        aku terkucilkan.
Cukupkan aku bisa? Memperbaiki semua kesalahanku,
   tanpa ada wajah yang bermuram durja.
Cukupkan ku dapat? Menebus semua kekhilafanku,
   tanpa ada wajah yang penuh kebencian.
Cukupkan ku bisa, Cukupkan ku dapat?
  menghadapi ini dengan Senyuman ^_^ 

Sabtu, 15 Oktober 2011

aya,,

CUKUP
Cukupkah aku mengeluh?
Cukup lelah yang ku tempuh,
Cukup sudah luka itu membekas,
Cukup sampai disini aku mengeluh.

Cukupkah aku diam?
Cukup derita yang dijalani,
Cukup sakit yang ku dapat,
Cukup sampai disini aku diam.

Tak Cukup berkata merubah,
                Apabila tak berubah.

Tak Cukup mengungkapkan kata,
                Apabila tak ada bukti.

Cukuplah Allah yang mengetahui isi
HATI...