Kamis, 10 Januari 2013

Bukan lawan tapi tak seperti kawan



Lucu
Saat aku perhatikan tingkah kalian saat ini, saling bertatap tapi tak saling bertegur sapa.
Lucu
Saat aku perhatikan tingkah kalia,
Dulu saat aku blum mengenal, kalian begitu dekat layaknya pinang dibelah dua,
Tapi kini semua itu sirna saat perkembangan masa, entah  apa yang sudah terjadi.
Aku tak ingin tahu, tapi kalian menarik perhatianku, untuk mengetahui apa-apa.
Lucu
Saat aku peratikan tingkah kalian, pandangan mata saling bertatap tapi seakan tak melihat.
Bukan lawan tapi tak seperti kawan, melainkan layaknya orang lain yang belum saling mengenal satu sama lain.
Setiapnya memiliki kawan-kawan yang sama. Tapi kalian seakan tak saling bertkawan.
Lucu
Seorang dari kalian seketika merasa begitu kehilangan dan kesepian karena kawanpun tak ada. Seorang dari kalian lagi terlihat seakan begitu tanang dan tak acuh.
“kalau sekiranya aku mencurahkan semuanya, segala hal tentang aku, apapun itu, entah apa yang akan terjadi, karena kawan tak selamanya jadi kawan.”
Kau berikan aku pelajaran:
 setiapnya hanya bersifat sementara. Kawan takkan selamanya jadi kawan, lawan
pun tak selamanya jadi lawan, hidup tak selamanya hidup akan ada mati, mati tak selamanya mati akan ada kehidupan selanjutnya.
Pantas saja kita harus banyak bergantung, bersandar dan mencurahkan semuanya kepada Sang Maha Mendengar. Karena hanya Dia-lah yang mampu menjaga semuanya, mulai dari hal yang terkecil.
Hanya Tuhan yang tahu
Lucu
Aku selalu berharap dan berdoa pada Allah agar dipersatukannya kembali hati-hati kalian.
Sempat menyayangkan, tak bisakah kalian seperti sedia dulu kala, hidup berdampingan saling membutuhkan cinta kasih dan dukungan.
Tapi, entah kini yang ku lihat hanya potret bayangan yang kaku, dingin dan semu.
Saling bertatap tak bertegur sapa,
Saudaraku tak bisakah kau saling berjabat tangan dan merangkul satu sama lain. Karena sekarang kalian sedang membutuhkan keharmonisan itu lagi.
Saat perbedaan tlah memuncak, saat hati sudah tak bias menerima perbedaan itu, tak bisakah kau buka mata, telinga dan hati untuk mencoba menerima perbedaan itu.
Terkadang setipa kitanya terlalau banyak menuntut, ingin diperhatikan, ingin dimengerti, ingin dipahami, ingin dan ingin tanpa kita ingat bahwa setiap lainnya pun sedang membutuhkan itu semua dari kita.
Pernahkah kau mendengar “apabila kau ingin di hargai, maka hargailah orang lain terlebih dahulu”, tak cukupkah kalimat ini menjadi gamparan untuk kau pahami?
Kau harus bisa meminimalisirkan keegoisan itu.

Dikutip dari aku untuk aku.